Memilih Studi S2/Master's Degree Tanpa Alasan?

Aku bikin video mengenai hal yang jadi pertimbanganku kenapa pilih lanjut studi S2/Master's Degree, dan temen-temen bisa lihat disini.


Emmm, terus kenapa aku nulis ini?

Oke, di video itu aku bilang beberapa poin penting kenapa aku pilih S2, seperti:

1. Terbawa suasana ketika aku magang di LIPI, dan akhirnya aku merasa gatau apa-apa dan "kayanya aku masih harus sekolah lagi".

2. Jadi tolok ukur untuk melihat seseorang mempelajari lebih dalam mengenai keilmuannya.

3. Adventure: menyenangkan aja membayangkan ambil-ambil sampel, menyelam, jalan-jalan, apalagi di luar negeri yang suasananya baru.

4. Mengembangkan konstruksi berpikir.


Semuanya engga ada yang salah. Betul. Begitupun ketika ditanya interviewer beasiswaku dan professorku disini, aku jawab "I want to do something for Indonesia. The maritime sector is essential for Indonesia, as more than 70% of Indonesia is the ocean. So, a study in marine ecology and biology becomes the field that I can be involved in.".

Tapi, di sisi diriku yang lain, "beneran karna itu? sebetulnya kamu engga ada alasan yang betul-betul kuat kan?"

"kamu memilih, kemudian kamu memperkuat pilihan kamu dengan berbagai macam penjelasanmu itu?"


Iya, aku hanya ingin melakukan sesuatu. Hal yang terpikirkan ketika aku lulus adalah, "plisss, aku mau sibuk, aku mau melakukan sesuatu". So, I tried everything.


Aku suka aku sibuk ketika jaman kuliah di Biologi ITS. Full praktikum, kelas, jadi sekretaris Biological Opus Fair (BOF) beberapa periode, sibuk latihan Merpati Putih, ikut kejuaraan, tampil, ngurusin Lembaga Minat Bakat (LMB) juga. Rasanya menyenangkan bisa mengalami berbagai macam situasi, tantangan, deg-degan, ketawa lepas, nangis ketika nonton konser yang tiba-tiba jadi sendirian.


Aku juga suka ketika kerja jadi Research & Cooperation Officer di UIII. Yang ternyata jadi ngerjain banyak hal. Meskipun beberapa orang bilang kerjaannya engga terlalu berkaitan dengan studiku sebelumnya. Tapi, ya terus kenapa kalo engga berkaitan? I love it. I just love being busy. Sibuk ngurusin kedatangan mahasiswa, tantangan tiba-tiba diminta bikin draf peraturan tentang penelitian, merancang dan melaksanakan program, deg-degan untuk nyambut tamu-tamu penting, sibuk koordinasi dengan orang-orang kedubes ketika persiapan acara MIKTA (Mexico, Indonesia, South Korea, Turkey, dan Australia) Panel on Food Security, deg-degan ketika mau jadi MC di acara MIKTA (yang paginya masih di telfon sana-sini, sedangkan masih perlu fokus untuk persiapan jadi MC).


Sekarang aku sudah di Korea, aku langsung nyusun thesisku disini; ada beberapa tugas juga yang deadlinennye masih akhir semester; aku mencoba magang di Pusat Penelitian Oseanografi - BRIN lagi, ngerjain beberapa hal yang datanya skala Indonesia; aku juga harus belajar bahasa Korea untuk bisa bertahan sama lingkungan disini. Tapi, sejujurnya, aku belum menemukan pola sibukku. Aku belum menemukan bahan bakarnya untuk membuat itu padat dan bisa merasakan deg-degan atau begitu exited untuk melalukan itu semua.

Di setiap hariku aku selalu bertanya "hari ini ngapain yaa?", bahkan ketika libur weekend. Nanya doang, padahal list apa aja yang perlu dikerjain itu ada. Tapi sepertinya pertanyaan itu untuk "Hal apa yang ketika aku lakukan itu, bikin aku deg-degan? bergairah? terobsesi?"


Jadi, tidak ada yang salah ketika tidak punya alasan untuk melakukan sesuatu. Kita hanya memilih itu. Ingin sibuk, ingin bertahan hidup, dan terkadang ingin bisa memberikan sesuatu untuk orang lain dan sekitarmu. 


Jika tulisan ini berhubungan dengan apa yang pernah atau sedang kamu alami, atau mungkin punya pandangan lain, boleh banget tinggalkan komentar disini. I would love to read and reply :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman S2 Biologi / Ilmu Kelautan di KMOU, Korea Selatan

Berbincang tentang Karir Jurusan Biologi - LENGKAP

Gagal di tahap kedua (Seleksi oleh NIIED) GKS 2021, apa yang perlu diperbaiki?